Sebagai orangtua, kita elalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak. Bagaimana pun caranya, pasti mengusahakannya.
Namun perlu diwaspadai, niat baik bisa berefek buruk kepada anak. Misalnya, ingin membuat anak menjadi nyaman, alih-alih memintanya untuk membantu di rumah, kita justru membiarkannya santai.
Orangtua tentu tidak ingin melihat anaknya terluka, frustasi, atau sedih. Tetapi perlu diketahui, pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan justru akan membentuk anak. Ketika anak bertransisi menjadi orang dewasa, dunianya tidak lagi berwarna-warni pelangi. Proses transisi ini akan menjadi mudah bila kita mempersiapkannya dengan baik, bukan “menyuapinya”.
Apa saja 4 kesalahan yang tanpa disadari dapat melemahkan anak?
- Membuat alasan untuk anak agar terhindar dari tanggung jawab
Anak perlu belajar bahwa hidup ini penuh dengan konsekuensi. Sebagai orang dewasa, kita tentu sudah mengetahuinya. Misalnya jika tidak melakukan pekerjaan, maka beberapa hal akan terbengkalai. Hal yang sama berlaku untuk anak-anak. Jika mereka lupa atau tidak mengerjakan PR, mereka akan menerima nilai buruk atau hukuman dari guru.
Jangan kirim chat ke guru anak untuk meminta pengecualian atau perpanjangan waktu. Sebaiknya kita juga tidak mengarang cerita tentang mengapa anak tidak sempat mengerjakan PR. Ini malah akan mengajarkan anak bahwa jika mereka mengendurkan tanggung jawab mereka, mereka akan tetap memetik hasil seolah-olah mereka telah menyelesaikan pekerjaan mereka.
Dunia nyata tidak selalu bekerja seperti ini. Atasan tidak akan menerima chat atau panggilan telepon dari kita yang menjelaskan mengapa anak malas belajar. Tentu sulit sebagai orangtua untuk melihat anak tidak bahagia, tetapi saat itu ketidakbahagiaan mengajarkan pelajaran berharga yang berguna untuknya kelak.
- Melakukan segalanya untuk anak
Mengajari anak untuk melakukan hal yang sederhana seperti mencuci piring atau menyiapkan buku-buku pelajaran sekolah iakan membantu kesiapan anak di sekolah juga mengajarkan tanggung jawab.
Apa yang salah dengan menghemat waktu di pagi hari dan menyiapkan tasnya untuk dibawa ke sekolah? Anak tidak akan tahu apa yang ada di dalam tas atau di mana semua perlengkapan sekolah disimpan. Anak akan berpikir kalau tas mereka seperti tas Mary Poppins dan apa pun yang mereka butuhkan akan muncul secara ajaib.
Biarkan anak mengepak ranselnya sendiri. Anak akan memperhatikan apa yang mereka butuhkan dan belajar soal tanggung jawab persiapan. Ini juga berlaku untuk asisten rumah tangga yang selalu menuruti dan melayani anak, tanpa disadari, justru akan merusak anak.
- Tetap mendapatkan hadiah walau tidak Berusaha
Tidak semua orang berhak mendapatkan piala atau hadiah. Piala, medali, dan pita adalah hadiah dan seorang anak bisa merasa bangga memperolehnya.
Contoh lain, kita mungkin mendapatkan kenaikan gaji dan promosi melalui kerja keras atau ketika rekan kerja mendapatkan posisi yang kita minati, kita memutuskan untuk bekerja lebih keras lagi.
Anak-anak juga belajar soal ini. Kerja keras menghasilkan pengakuan dan penghargaan. Sedih saat kita melihat anak menangis karena mereka tidak menang . Namun di balik itu ada pelajaran berharga dan kesempatan untuk mengembangkan rencana yang lebih baik.
- Selalu makan bersama anak dengan bekal mewah di jam istirahat
Tentu sangat menyenangkan untuk makan bersama anak. Namun bukan berarti kita harus ke sekolah setiap jam istirahat, membawakan bekalnya, dan makan bersama. Jika seorang anak lapar, maka mereka akan makan sendiri.
Membiasakan anak mendapatkan makanan yang berbeda dengan temannya setiap hari bisa menimbulkan teman si anak iri hati dan menyusahkan anak dalam bergaul.
Jika anak SD iri, biasanya akan mempermasalahkan keadilan. Temannya mungkin akan merasa tidak adil kalau anak Mama mendapatkan burger, sedangkan dia harus menghabiskan sayuran, mereka bisa protes ke orangtua nya dan menjauhi anak kita yang terlalu mewah bekal makanannya.
Hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah membiarkan mereka menjadi anak-anak. Biarkan mereka membuat kesalahan dan kemudian berbicara dengan mereka tentang pelajaran yang dipetik dan bagaimana mereka dapat melakukan yang lebih baik lain kali.
Biarkan mereka gagal dan dorong mereka untuk bangun dan mencoba lagi. Biarkan mereka merasakan konsekuensi dan kesedihan yang bersifat sementara. Aneh rasanya jika Mama, saat anak kuliah, mengirimkan email ke dosen dan menjelaskan kenapa anak tidak mengerjakan tugasnya.