”Silakan mau beli apa, Bu?” tanya seorang pedagang.
”Saya beli daging ,Bu.”
”Berapa?” tanya pedagang itu.
”Sekilo saja, Bu,” jawab pembeli.
”Harganya berapa ya?”
”Murah, Bu. Cuma lima puluh ribu saja,” jawabnya.
”Tiga puluh ribu lah, Bu,” tawar pembeli.
”Ya, silakan!” jawab pedagang.
Si pedagang itu pun dengan cepat membungkuskan daging-dagingan yang terbuat dari potongan-potongan batang pohon pisang itu dengan kertas koran yang sudah tersedia. Setelah itu si pembeli pun menyodorkan tiga lembar uang berupa daun sirsak dan segera beralih ke pedagang lainnya setelah mengucap terima kasih.
Begitulah suasana ramai dan lucunya anak-anak yang tengah sibuk terlibat dalam permainan pasar-pasaran yang dulu sering saya saksikan di kampung. Sayangnya permainan semacam itu sudah sangat jarang kita jumpai di zaman ini. Anak-anak sudah lebih banyak asyik bermain dengan dirinya sendiri atau dengan gudget-nya yang begitu canggih.
Padahal banyak sekali manfaat dari permainan pasaran. Mengingat permainan pasaran itu tidak bisa diperankan sendiri, maka dibutuhkan interaksi sosial di dalamnya. Ada berbagai fungsi permaian tersebut bagi anak-anak yang tengah bertumbuh jiwa sosialnya.
Pertama, anak akan belajar berkomunikasi. Anak-anak dipaksa belajar berkomunikasi karena mereka berinteraksi dengan bahasa lisan yang harus disampaikan kepada teman lain sesuai perannya dalam permainan pasar-pasaran. Anak yang berperan menjadi pedagang akan berkomunikasi dengan bahasa yang sesuai dengan perannya sebagai penjual. Demikian juga yang berperan sebagai pembeli, maka dia harus memiliki kemampuan dan keterampilan berkomunikasi menyampaikan gagasannya dalam kapasitasnya sebagai pembeli. Semua harus memiliki keterampilan berbahasa dan memiliki kosa kata atau kalimat sesuai peran masing-masing.
Kedua, anak belajar mengambil keputusan. Meskipun itu hanyalah sebuah permainan semata, ada hal yang sangat penting untuk menumbuhkan karakter keberanian mengambil keputusan. Anak yang berperan sebagai penjual harus berani memutuskan tawaran terhadap barang dagangannya. Dalam hal itu anak tersebut harus memiliki pengalaman empiris tentang berbagai ragam harga barang yang dijualnya. Dia harus berani menentukan berapa patokan harga yang ditawarkan dan berapa harga minimal bisa diberikan setelah ditawar.
Demikian anak yang menjadi pembeli, ia pun harus berani mengambil keputusan untuk menawar atau tidak. Harus memberi keputusan membeli barang tersebut atau tidak. Semua itu tidaklah mudah bagi anak untuk mengambil keputusan meskipun itu hanya sebuah permainan.
Ketiga, anak belajar cermat dan selektif. Cermat mengandung makna tepat dalam menentukan keputusan. Barang apa yang harus dibeli dan apa yang tidak perlu diberi, semua dilakukan melalui proses selektif dan kecermatan. Dengan demikian anak yang bermain pasar-pasaran sesungguhnya mereka tengah belajar selektif dan cermat dalam pengambilan keputusan. Bahkan mereka juga tengah belajar berpikir dan berperilaku ekonomis.
Keempat, anak belajar matematika atau menghitung. Ini sama seperti halnya saat di pasar yang sesungguhnya. Antara anak yang berperan menjadi penjual dan pembeli pasti akan belajar berhitung atau matematika, mengingat semua interaksi dengan temanya senantiasa berkaitan dengan perhitungan uang. Pembelian barang pasti menyangkut soal harga. Padahal harga selalu berkaitan dengan angka. Maka perhitungan angka tidak akan lepas dari permainan ini. Misal, anak yang membeli 6 butir telur dengan harga Rp 1.500 per butir, maka dia akan membayar sesuai dengan perhitungannya. Dan saat itulah mereka harus menggunaka kemampuan berhitungnya. Baik si penjual maupun si pembeli. Apalagi jika uang yang dibayarkan bukanlah uang pas.
Kelima, anak akan belajar menghargai. Pembeli akan menghargai setiap anak yang berperan sebagai penjual. Penjual juga akan menghormati setiap pembeli baik ketika menawar maupun membeli. Interaksi sosial terjadi dalam permainan tersebut yang memungkinkan mereka mengalami banyak hal yang berkaitan dengan cara berhubungan sosial. Maka mereka harus bisa mengendalikan diri dan saling menghormati sesama.
Keenam, permainan pasar-pasaran berpotensi besar dalam memupuk jiwa solidaritas anak. Dalam permainan berkelompok dan saling berinteraksi itu sangat besar kemungkinannya untuk menjadikan anak memiliki solidaritas. Saling membantu dalam hal kesulitan.
Misal, ada anak yang membutuhkan bungkus, bisa saja anak lain memberinya. Ada anak yang kekurangan alat bayar, maka beberapa anak akan menolong memberikan sebagian alat bayarnya. Bentuk-bentuk pertolongan lain akan mungkin bermunculan sehingga ada kesempatan banyak untuk mengembangkan rasa solidaritas antar mereka.
Ketujuh, anak akan tumbuh daya kreatif imajinasinya. Karena permainan ini adalah permainan peran yang spontanitas tanpa skenario, anak-anak akan dipaksa berkreasi dalam mengembangkan imajinasinya. Spontatanitas suasana dalam permainan pasar-pasaran akan merangsang anak mengembangkan daya imajinasinya saat permainan tengah berlangsung. Mereka yang cerdas dan memiliki pengalaman empirik lebih banyak, maka akan tampak lebih berani berekplorasi dan bahkan berimprovisasi.
Betapa banyak fungsi dari permainan tersebut yang dapat bermanfaat bagi pembentukan karakter anak yang baik. Melalui permainan tersebut, sadar atau tidak sesungguhnya mereka tengah melakukan pelajaran hidup yang sangat berarti. Oleh karena itu sekali waktu perlu kiranya orang tua memberikan kesempatan untuk menciptakan dan mengondisikan permainan itu.