Masalah Mental pada Anak yang Merasa Jelek

Masalah Mental pada Anak yang Merasa Jelek

Mencemaskan penampilan fisik merupakan hal yang kerap kali dialami anak remaja. Dalam fase ini, mereka mulai memperhatikan penampilan tubuhnya, berharap dapat mengubah fitur tertentu, bergelut dengan jerawat yang tiba-tiba muncul membabibuta di seluruh wajah hingga membandingkan diri dengan artis atau sosok lain yang diidolakannya.

Meskipun hal ini cukup wajar terjadi, tetapi anak-anak dengan gangguan dismorfik tubuh mengalami sesuatu yang jauh lebih ekstrem. Bahkan pada tahapan mereka merasa dirinya mengerikan, sangat jelek bahkan membenci dirinya sendiri.

Jika hal ini terjadi tentu membuat orangtua khawatir. Ketahui selengkapnya tentang gangguan dismorfik tubuh pada anak remaja berikut ini.

Apa itu Gangguan Dismorfik Tubuh?

Dilansir dari Child Mind Institute, dismorfik berarti malformasi atau cacat. Anak-anak yang berjuang dengan gangguan dismorfik tubuh atau body dysmorphic disorder (selanjutnya disebut BDD) terobsesi dengan apa yang mereka anggap sebagai cacat fisik yang menodai penampilannya.

Kecacatan yang dianggap mengganggu oleh anak yang mengalami BDD ini bisa berupa cacat kecil yang tidak proporsional, bahkan hanya sekadar imajinasi mereka.

Orang-orang di sekitar mereka mungkin menganggap obsesi mereka sebagai sebuah kesombongan. Tetapi remaja dengan BDD merasa sangat terancam oleh kekurangannya.

Mengapa Seorang Remaja Bisa Mengalami BDD?

BDD seringkali dimulai selama masa remaja, dan para ahli menemukan keterkaitannya dengan obsessive compulsive disorder (OCD). Kebanyakan BDD dialami remaja putri karena mereka lebih memerhatikan penampilan ketimbang remaja putra. Tetapi secara umum gangguan ini memengaruhi keduanya, baik remaja putri maupun putra, dalam jumlah yang sama.

BDD Memengaruhi Kepercayaan Diri Remaja

Remaja yang mengalami BDD berjibaku dengan perasaan putus asa dan depresi. Sebuah studi yang dimuat di Child Mind Insitute bahkan menemukan, 80 persen orang dengan BDD punya pemikiran melakukan bunuh diri dan 27 persen lainnya bahkan pernah melakukan percobaan bunuh diri.

Bagi mereka yang mengalami BDD, luka, otot yang kecil, jerawat di wajah atau fitur tubuh lainnya bukan sekadar kekurangan, melainkan juga ancaman serius terhadap nilai dirinya. Banyak pasien BDD mempercayai hidupnya rusak karena kekurangan tersebut. Mereka bahkan mengesampingkan kelebihan dan prestasinya karena lebih fokus pada kekurangan tubuhnya.

Gejala BDD yang Patut Diwaspadai

Gejala BDD pada tiap orang bisa jadi berbeda-beda, tetapi ada gejala umum yang tampak, misalnya:

  • Sibuk memperhatikan kekurangan fisik

Biasanya kekhawatiran umum penderita BDD meliputi ukuran otot (disforia otot), berat badan, warna kulit, bekas luka, rambut atau bentuk tubuh tertentu (pinggul, hidung, telinga, betis atau alat kelamin). Anak dengan BDD mungkin menghabiskan beberapa jam sehari disibukkan memperhatikan penampilan mereka.

Karena hal ini, mereka mengalami kesulitan berkonsentrasi di sekolah atau mengerjakan pekerjaan rumah. Seringkali tertangkap mencari informasi seputar prosedur operasi yang mereka harapkan dapat memperbaiki kekurangan mereka.

  • Perilaku berulang yang mengganggu

Perilaku ini meliputi berulangkali mengecek diri di cermin, memencet jerawat hingga merias wajah berlebihan. Remaja dengan BDD dapat menghabiskan waktu berjam-jam menghapus dan memakai kembali riasannya, yang tentunya mengganggu jadwal kegiatan sehari-hari.

  • Mempercayai kekurangan dirinya adalah nyata

Sementara perilaku berulang kerapkali dikaitkan dengan OCD, satu perbedaan besar adalah orang-orang dengan BDD cenderung percaya dirinya memang jelek. Obsesi mereka terasa lebih nyata. Mereka melihat dunia melalui cerminan diri yang tersisihkan dan buruk. “Apa yang mereka lihat di cermin menurut mereka adalah representasi nyata dari penampilan mereka. Jika orang lain melihat mereka dari pandangan positif, mereka tetap sulit menerimanya.”

Remaja dengan BDD perlu mendapatkan penanganan dari psikolog dan tentu saja dukungan dari orangtua. Mereka perlu diberikan pemahaman bahwa mereka menarik dan berharga, apapun kondisi tubuhnya. Seperti OCD, gangguan dismorfik tubuh adalah kondisi kronis. Itu berarti bahwa gejalanya masih dapat muncul kembali sesekali. Tetapi dengan terapi yang tepat dan telaten, orangtua akan mendapatkan keterampilan untuk menangani gejala tersebut dengan cara yang baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.