Belajar itu kata yang menakjubkan. Sebab, melalui belajar, tingkah laku anak-anak akan berubah. Perubahan tingkah laku yang didahului oleh pemahaman terhadap ilmu pengetahuan. Untuk itu, orang tua selalu menginginkan anaknya belajar. Bukankah orang tua kita selalu bertanya begini, “Nak, kamu sudah belajar?”
Melalui belajar, anak-anak itu memberdayakan segenap potensi kecerdasannya untuk memahami ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini selanjutnya akan dijadikan dasar dalam bersikap. Dari sinilah, perubahan sikap anak terbentuk. Misal, anak yang diajari untuk berdoa sebelum makan, kemudian berusaha keras menggunakan sistem kecerdasannya untuk menghapal doa sebelum makan. Anak pun kemudian mengetahui pentingya berdoa sebelum makan. Dan anak pun akhirnya mempratikkannya: ia berdoa setiap kali akan makan.
Bagaimana proses kinerja cara belajar anak? Ini perlu diketahui, agar orang tua bisa menstimulasi dan mendukung proses kegiatan belajar anak, sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan maksimal, terutama perkembangan kecerdasannya. Untuk itu, di sini akan dijelaskan tahapan proses mekanik belajar anak.
Pertama, tahap anak belajar dengan mengamati. Di sini anak-anak adalah individu yang selalu aktif mengamati. Setiap ada hal yang menarik bagi anak, ia akan selalu mengamati. Misal, anak saya pernah mengamati telepon genggam baru saya. Dalam mengamati, anak saya tersenyum. Seperti ada sesuatu yang aneh dengan gawai baru saya itu.
Kedua, tahap bertanya. Setelah selesai mengamati, anak akan menghadirkan pertanyaan dalam pikirannya. Pertanyaan yang menuntut anak untuk menemukan jawabannya. Misal, setelah mengamati telepon genggam baru, anak saya barang kali bertanya dalam pikirannya, “HP ini jika dilempar ke atas jatuhnya ke mana, ya?”
Ketiga, tahap menguji coba. Dari pertanyaan itu, anak kemudian akan menguji-coba untuk menemukan jawabannya. Nah, sebelum menguji-coba, sebenarnya anak sudah membuat hipotesis atau jawaban sementara atas pertanyaan yang sudah diajukan. Misal, anak saya kemudian membuat hipotesisnya, “HP ini jika saya lempar ke atas pasti jatuhnya ke bawah. Ini seperti bola yang pernah dilempar teman, balon yang dilempar ayah. Semua jatuhnya ke bawah. Jadi balon ini juga pasti jatuhnya ke bawah”. Dari sinilah, anak kemudian menguji coba, ya, anak saya kemudian melempar HP baru saya ke atas.
Keempat, tahap menghasilkan produk dan sistem pengetahuan. Setelah menguji coba, anak kemudian akan menghasilkan sistem pengetahuan atau produk hasil belajar yang akan selalu diingat terus. Misal, saat HP saya dilempar anak saya ke atas, kemudian jatuhnya ke bawah, anak saya bersorak senang. Hipotesisnya berhasil. Anak saya memahami sistem pengetahuan bahwa setiap benda yang dilempar ke atas itu jatuhnya pasti ke bawah. Inilah sistem pengetahuan yang didapat dari belajar. Anak telah memahami teori gravitasi.
Kelima, tahap presentasi atau membagikan. Setelah mendapatkan sistem pengetahuan atau hasil karya ini, anak-anak biasanya akan membagikan pengalamannya pada orang tua atau temannya. Misal, anak saya kemudian bercerita tentang pengalamannya melempar HP.
Dengan mengetahui mekanisme belajar anak, orang tua sebaiknya tak melarang anak-anak yang sedang menjalani suatu tahapan belajar.